ips
Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Sebelum lebih jauh, ada baiknya jika kamu memahami dulu, apa sih yang dimaksud dengan kolonialisme dan imperialisme? Hal apa saja yang melatari ke duanya terjadi di Indonesia? Simak penjelasan berikut:
Kolonialisme berasal dari kata “colonus” yang memiliki arti menguasai. Kolonialisme memiliki arti upaya sebuah negara untuk mengembangkan kekuasaannya di luar wilayah kekuasaan negara tersebut. Kolonialisme memiliki tujuan mencapai dominasi kekuatan dalam bidang ekonomi, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan politik.
Wilayah koloni biasanya merupakan wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan bahan mentah yang dibutuhkan oleh negara yang melakukan kolonialisme. Dalam kolonialisme, ada kepercayaan bahwa bangsa yang melakukan kolonialisasi jauh lebih superior dari bangsa yang dikoloni.
Sementara imperialisme berasal dari kata “imperium” dalam bahasa Latin, yang berarti kekuasaan tertinggi, kedaulatan, atau sekadar kekuasaan. Imperialisme merupakan kebijakan atau ideologi untuk memperluas kekuasaan atas negara lain dan penduduk asli negara tersebut, dengan tujuan memperluas akses politik dan ekonomi, kekuasaan dan kontrol, dan seringkali dilakukan dengan menggunakan kekuatan militer.
Perbedaan kolonialisme dan imperialisme terletak pada tujuannya. Kolonialisme berfokus pada penguasaan suatu wilayah dengan sumber daya alam tertentu untuk dibawa ke negeri asal penjajah. Sementara imperialisme berfokus dalam penguasaan politik dan pemerintahan negara yang lain untuk memiliki pengaruh terhadap negara tersebut.
Latar Belakang Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Kolonialisme dan imperialisme sudah dilakukan oleh bangsa Eropa sejak abad ke-15 di seluruh dunia, sampai akhirnya masuk ke nusantara (Indonesia). Pada saat itu, latar belakang bangsa Eropa masuk ke wilayah nusantara disebabkan oleh beberapa hal, seperti jatuhnya Konstantinopel di kawasan Laut Tengah ke kekuasaan Turki Usmani pada tahun 1453, merosotnya ekonomi dan perdagangan bangsa Eropa, serta terjadinya revolusi industri.
Perlu diketahui, kolonialisme dan imperialisme modern muncul setelah terjadinya revolusi industri karena bertujuan untuk mengembangkan perekonomian bangsa Eropa. Revolusi industri, membuat bangsa Eropa menciptakan kapal laut yang digunakan untuk menjelajah samudra demi mencari sumber daya di belahan dunia lain. Disamping itu, misi ini juga dilakukan untuk melanjutkan semangat Perang Salib.
Dalam upaya tersebut, bangsa Eropa mulai menyebar ke seluruh dunia, sampai akhirnya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia pun terjadi. Di sisi lain, kejatuhan Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453, menyebabkan akses bangsa Eropa dalam mendapatkan rempah-rempah yang lebih murah di kawasan Laut Tengah menjadi tertutup dan membuat harga rempah-rempah di Eropa meningkat tajam. Bangsa Eropa kemudian terdorong untuk mencari dan menemukan wilayah-wilayah penghasil rempah-rempah ke dunia baru yang ada di timur Eropa.
Lama-kelamaan, mereka semakin berambisi menguasai berbagai negara untuk keuntungan ekonomi dan kejayaan politik mereka, terutama pada wilayah-wilayah seperti Indonesia yang merupakan penghasil rempah-rempah, seperti lada, cengkih, pala, dan lain-lain. Rempah-rempah yang dihasilkan di Indonesia mendorong mereka untuk melakukan kolonialisme dan imperialisme karena rempah-rempah pada masa itu menjadi komoditas yang sangat laris di Eropa. Bangsa Eropa kemudian menyebut nusantara sebagai Hindia.
Respon Bangsa Indonesia Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme
Ada empat aspek utama yang terjadi di Indonesia setelah merespon sistem kolonialisme dan imperialisme, antara lain ekonomi dan politik, sosial dan budaya, seni dan sastra, serta pendidikan. Berikut penjelasannya:
Aspek Ekonomi dan Politik
Bangsa Indonesia pada masa kolonialisme dan imperialisme dirugikan dalam bidang ekonomi dan politik. Oleh karena itu, bangsa Indonesia melakukan perlawanan terhadap Portugis, VOC, dan pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa perlawanan berupa perang akibat ekonomi dan politik in, di antaranya:
Perlawanan Terhadap Portugis
Ada beberapa peristiwa besar yang terjadi akibat upaya bangsa Indonesia melawan penjajahan bangsa Portugis, antara lain:
Perlawanan Kesultanan Ternate
Kebijakan monopoli perdagangan bangsa Portugis membuat Sultan Hairun memimpin perlawanan rakyat Ternate terhadap mereka. Sayangnya, Sultan Hairun berhasil ditangkap dan dihukum mati oleh bangsa Portugis pada tahun 1570. Meski demikian, perlawanan Kesultanan Ternate tidak berhenti di situ. Perjuangan Sultan Hairun kemudian dilanjutkan oleh Sultan Baabulah.
Di bawah kepemimpinan Sultan Baabulan inilah Kesultanan Ternate berhasil mengusir bangsa Portugis dari Maluku pada tahun 1575. Bangsa Portugis yang terusir dari Maluku ini kemudian menyingkir ke Pulai Timor dan berkuasa di Timor Timur hingga menjelang akhir abad ke-20.
Perlawanan Kesultanan Demak
Selain di Ternate, bangsa Portugis juga melakukan praktik monopoli perdagangan mereka di Malaka. Praktik monopoli tersebut membuat para saudagar Muslim di Malaka merasa terganggu. Kesultanan Demak yang khawatir bangsa Portugis juga akan mengekspansi pulau Jawa dan merasa perlu menunjukkan solidaritas mereka terhadap Kesultanan Malaka dan para saudagar Muslim yang ada di Malaka, akhirnya memutuskan untuk menyerang bangsa Portugis.
Di bawah pimpinan Sultan Trenggono, Kesultanan Demak menyerang Sunda Kelapa pada tahun 1526 dan berhasil menguasai wilayah tersebut. Setahun kemudian, pada tahun 1527, bangsa Portugis yang saat itu tidak menyadari kalau Sunda Kelapa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, datang untuk membangun benteng di sana.
Akibatnya, bangsa Portugis pun berhasil diusir oleh Kesultanan Demak di bawah kepemimpinan Fatahillah. Fatahillah kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti kemenangan yang gemilang.
Perlawanan Kesultanan Aceh
Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis dimulai pada tahun 1514–1540 di bawah kepemimpinan Sultan Ali Mughayat Syah. Pada masa itu Kesultanan Aceh berhasil mengusir bangsa Portugis dari wilayah Aceh. Perlawanan Kesultanan Aceh terhadap bangsa Portugis kemudian dilanjutkan oleh Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Qahar pada tahun 1538–1571 dengan bantuan Turki.
Sultan Alaudin Riayat Syah, yang menjadi penggantinya, juga menyerang bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1573 dan 1575. Sultan Iskandar Muda pun pernah menyerang bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Sekalipun Sultan Iskandar Muda tidak berhasil mengusir bangsa Portugis, dari Malaka, perlawanan rakyat Aceh terus berlanjut sampai Malaka jatuh ke tangan VOC pada tahun 1641.
Perlawanan Terhadap VOC
Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebagai upaya bangsa Indonesia melawan penjajahan VOC, antara lain:
Perlawanan Kesultanan Mataram
Awalnya, hubungan Kesultanan Mataram dengan VOC berjalan dengan baik, sampai-sampai Kesultanan Mataram mengizinkan VOC mendirikan benteng sebagai kantor perwakilan dagang di wilayah Jepara. Namun, lama-kelamaan Sultan Agung menyadari kalau keberadaan VOC membahayakan pemerintahannya.
Sultan Agung pun mulai menyerang VOC pada tahun 1628, tapi serangan pertama ini gagal dan mengakibatkan sekitar 1.000 prajurit Mataram gugur. Serangan kedua yang dilakukan pada bulan Agustus–Oktober 1629 pun mengalami kegagalan karena Kesultanan Mataram kalah persenjataan, kekurangan persediaan makanan (karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang ada di Tegal, Cirebon, dan Karawang dimusnahkan VOC), jarak yang terlalu jauh, dan wabah penyakit yang menyerang pasukan Mataram.
Perlawanan Kesultanan Gowa
Perlawanan Kesultanan Gowa dimulai dengan pelucutan dan perampasan armada VOC di Maluku, di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Perang Makassar pun pecah karena pelucutan dan perampasan armada tersebut. Perang Makassar berlangsung selama tiga tahun, dari tahun 1666–1669. Dalam Perang Makassar, VOC bersekutu dengan Arung Palaka, Raja Bone, yang saat itu berseteru dengan Kerajaan Gowa.
Perlawanan Kesultanan Banten
Perlawanan Kesultanan Banten dimulai karena persaingan dagang dengan VOC dan gangguan VOC terhadap politik Kerajaan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa pada akhirnya melawan VOC dengan bekerja sama dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti pedagang Inggris.
Sultan Ageng kemudian menyerang kapal-kapal VOC yang ada di perairan Banten serta wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Batavia, seperti peperangan di daerah Angke dan Tangerang pada tahun 1658–1659.
Perlawanan Terhadap Pemerintahan Hindia Belanda
Awalnya, masa pemerintahan Hindia Belanda tidak lagi menerapkan praktik kolonialisme ala VOC, namun hal tersebut tak membuat praktik dagang dan kerja rodi berakhir. Saat Belanda kembali berkuasa, penindasan pun terjadi lagi di Indonesia, berikut penjelasannya:
Perlawanan Rakyat Maluku
Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena mereka tidak mau orang Belanda kembali ke wilayah mereka. Saat Thomas Stamford Raffles berkuasa di Hindia Belanda, beberapa aturan VOC seperti praktik monopoli dagang dan kerja rodi tidak diterapkan.
Namun, saat Belanda kembali berkuasa pada tahun 1817, aturan-aturan yang menindas seperti praktik monopoli perdagangan cengkih dan kerja rodi kembali diterapkan. J.R van den Berg, Residen Saparua yang baru pada saat itu, juga dianggap tidak peka pada keluhan rakyat. Belanda juga memaksa para pemuda Maluku untuk menjadi tentara yang ditugaskan ke Jawa.
Perlawanan Rakyat Palembang
Perlawanan rakyat Palembang yang dipimpin oleh Sultan Baharuddin terjadi karena Belanda berusaha menguasai Palembang yang memiliki letak strategis dan kaya akan barang (Kepulauan Bangka Belitung).
Komentar
Posting Komentar